MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL DAN BERBUDAYA
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri. Namun
sejak awal kehidupannya dia sudah membutuhkan bantuan orang lain dalam proses kelahirannya. Manusia memiliki naluri
untuk selalu hidup dengan orang lain. Manusia apabila dibandingkan dengan
makhluk-makhluk hidup lainnya, seperti hewan, maka dia tidak akan dapat hidup
sendiri karena manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup
untuk dapat hidup sendiri, misalnya kuku dan gigi yang kuat untuk mencari makan
sendiri pada Harimau,. Manusia tanpa manusia pasti akan mati. Hal inilah yang mendasari bahwa manusia
merupakan makhluk sosial. Seperti yang telah kita ketahui, manusia pertama yang
ada di bumi yaitu Adam telah ditakdirkan untuk hidup bersama dengan manusia
lain yaitu istrinya yang bernama Hawa.
Manusia mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dari
makhluk lainnya, manusia juga mempunyai akal yang dapat memperhitungkan
tindakannya melalui proses belajar yang terus-menerus. Oleh karena itu manusia
harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam
suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu
pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia
dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan
yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan
harmonis dan seimbang. Agar hasil dari pendidikan, yakni kebudayaan dapat
diimplementasikan dimasyaakat.
Manusia
Sebagai Makhluk Sosial
Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak bisa hidup
sendiri dan membutuhkan kehadiran orang lain. Sebagai makhluk sosial ia
memiliki tabiat suka kerjasama dan bersaing sekaligus. Jika dalam bekerjasama
dan bersaing mereka berlaku fair (terbuka) maka harmoni sosial akan tercipta.
Tetapi jika mereka bersaing secara tidak fair (tertutup) maka konflik antar
manusia bisa terjadi. Sebagai makhluk social manusia merindukan harmoni social
(perdamaian) tetapi juga tak pernah berhenti dari konflik.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau
makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang
berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai
makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan
masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam
berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat
dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada
diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan
orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak
hidup di tengah-tengah manusia. Diperkuat dengan dalil Aristoteles mengatakan
Manusia itu Zoon Politicon yang artinya satu individu dengan individu lainnya
saling membutuhkan satu sama lain sehingga keterkaitan yang tak bisa dipisahkan
dalam kehidupan bermasyarakat. Sedang menurut Freud,super-ego pribadi manusia
sudah mulai dibentuk ketika ia berumur 5-6 tahun dan perkembangan super-ego
tersebut berlangsung terus menerus selama ia hidup. Super-ego yang terdiri dari
atas hati nurani, norma-norma, dan cita-cita pribadi itu tidak mungkin
terbentuk dan berkembang tanpa manusia itu bergaul dengan manusia lainnya,
sehingga sudah jelas bahwa tanpa pergaulan sosial itu manusia itu tidak dapat
berkembang sebagai manusia seutuhnya.
Meskipun banyak spesies berprinsip sosial, manusia
sebagai makhluk sosial akan membentuk kelompok berdasarkan ikatan / pertalian
genetik, perlindungan-diri, atau membagi pengumpulan makanan dan penyalurannya,
manusia dibedakan dengan rupa-rupa dan kemajemukan dari adat kebiasaan yang
mereka bentuk entah untuk kelangsungan hidup individu atau kelompok dan untuk
pengabadian dan perkembangan teknologi, pengetahuan, serta kepercayaan.
Identitas kelompok, penerimaan dan dukungan dapat mendesak pengaruh kuat pada
tingkah laku individu, tetapi manusia juga unik dalam kemampuannya untuk
membentuk dan beradaptasi ke kelompok baru.
Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia
sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup
sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan
kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk
berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat
dikatakan bahwa sejak lahir, dia sudah disebut sebagai makhluk sosial.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai
makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu :
1). Karena manusia tunduk pada aturan yang berlaku.
2). Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain
dari orang lain.
3). Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi
dengan orang lain.
4). Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup
diantara manusia lain
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 3 aspek
penting dalam hidupnya, yaitu:
1) Aspek
Organik
Aspek Organik ini yaitu manusia sebagai makhluk
sosial yang mempunyai fisik yang disebut jasmani. Organ tubuh manusia mulai
dari ujung rambut hingga ujung kaki yang membuat ia disebut sebagai manusia.
2) Aspek
Psikologis
Yaitu unsur rohaniah yang terdapat di dalam manusia
sebagai makhluk sosial. Jiwa atau ruh yang menjadikan seorang manusia itu hidup
dan memiliki ciri-ciri hidup. Mulai dari bernafas, tumbuh, berkembang hingga
memiliki pemikiran yang bersifat abstrak. Termasuk memiliki perasaan terhadap
segala sesuatu yang dialaminya baik manusia sebagai makhluk individu maupun
makhluk sosial.
3) Aspek
Sosial
Aspek sosial yang
dimaksud adalah adanya kebersamaan yang menjadi bagian dari ciri manusia
sebagai makhluk sosial. Dalam situasi atau kondisi tertentu mereka melakukan
sesuatu secara bersama-sama. Mereka melakukan kerjasama dengan manusia lainnya
dalam upaya mewujudkan peranan manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 2 harkat,
yakni:
1. Keinginan untuk bersatu dengan manusia lainnya
(masyarakat) Dalam keinginan untuk bersatu dengan manusia lainnya
(bermasyarakat), manusia cenderung untuk memenuhi tujuan hidupnya dalam
menyejahterakan kehidupannya, misalnya saja dalam hal untuk mewujudkan suatu
keamanan dalam suatu tempat tinggal dan dalam berbagai hal lainnya yang tak
luput dengan membutuhkan bantuan orang lain.
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan alam
sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam hal pangan dan lain
sebagainya, manusia sebagai makhluk sosial cenderung pula berkeinginan untuk
menjadi satu dengan alam sekitarnya. Manusia mencoba untuk memahami bagaimana
suatu sumber daya alam dapat menghasilkan suatu produk untuk memenuhi
kelangsungan hidup manusia tersebut, sehingga dalam proses inilah diperlukannya
suatu bentuk interaksi dengan alam sekitar. Adapun faktor yang akan
mempengaruhi manusia dalam berperilaku dan berinteraksi dengan sesamanya, yakni
faktor intern (dalam) dan faktor ekstern (luar).
Faktor intern :
·
Sikap dan gaya hidup
·
Selera
·
Pendapatan
·
Intensitas kebutuhan
Faktor Ekstern :
·
Lingkungan
·
Adat istiadat
·
Kebijakan Pemerintah
·
Mode/ Trend
·
Kemajuan teknologi dan kebudayaan
·
Keadaan alam
Manusia
Sebagai Makhluk Budaya
Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya tidak
lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk
menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya
sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha
menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang
gelar manusia berbudaya.
Manusia juga akan mulai berpikir tentang bagaimana
caranya menggunakan hewan atau binatang untuk lebih memudahkan kerja manusia
dan menambah hasil usahannya dalam kaitannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari. Manusia sangat mempunyai hasrat yang tinggi apabila dibandingkan
dengan makhluk hidup yang lain. Hasrat untuk selalu menambah hasil usahanya
guna mempermudah lagi perjuangan hidupnya menimbulkan perekonomian dalam
lingkungan kerja sama yang teratur. Hasrat disertai rasa keindahan menimbulkan
kesenian. Hasrat akan mengatur kedudukannya dalam alam sekitarnya, dalam
menghadapai tenaga-tenaga alam yang beraneka ragam bentuknya dan gaib,
menimbulkan kepercayaan dan keagamaan. Hasrat manusia yang selalu ingin tahu
tentang segala sesuatu disekitarnya menimbulkan ilmu pengetahuan.
Ada hakekatnya kebudayaan mempunyai dua segi, bagian
yang tidak dapat dilepaskan hubungannya satu sama lain yaitu segi kebendaan dan
segi kerohanian. Segi kebendaan yaitu meliputi segala benda buatan manusia
sebagai perwujudan dari akalnya, serta bisa diraba. Segi kerohanian terdiri
atas alam pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun teratur. Keduanya tidak
bisa diraba.
Manusia adalah mahluk berbudaya. Berbudaya merupakan
kelebihan manusia dibanding mahluk lain. Dengan berbudaya, manusia dapat
memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya. Manusia menggunakan akal
dan budinya dalam berbudaya. Kebudayaan merupakan perangkat yang ampuh dalam
sejarah kehidupan manusia yang dapat berkembang dan dikembangkan melalui
sikap-sikap budaya yang mampu mendukungnya.
Banyak pengertian tentang budaya atau kebudayaan.
Kroeber dan Kluckholn (1952) menginventarisasi lebih dari 160 definisi tentang
kebudayaan, namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip.
Konsep kebudayaan membantu dalam membandingkan berbagai mahluk hidup.
Isu yang sangat penting adalah kemampuan belajar. Lebah melakukan aktifitasnya
hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dalam bentuk yang sama.
Setiap jenis lebah mempunyai pekerjaan yang khusus dan melakukan kegiatannya
secara kontinyu tanpa memperdulikan perubahan lingkungan disekitarnya. Lebah
pekerja terus sibuk mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laku ini sudah
terprogram dalam gen mereka yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti
perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah laku lebah akhirnya harus
menunggu perubahan dalam gen. Hasilnya adalah tingkah-laku lebah menjadi tidak
fleksibel.
Berbeda dengan binatang, tingkah laku manusia sangat
fleksibel. Hal ini terjadi karena kemampuan dari manusia untuk belajar dan
beradaptasi dengan apa yang telah dipelajarinya. Sebagai makhluk berbudaya,
manusia mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya.
Kebudayaan
mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia
berbeda dengan binatang, bukan saja dalam banyaknya kebutuhan, namun juga dalam
cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah
antara manusia dan binatang.
Ketidakmampuan manusia untuk bertindak instingtif diimbangi oleh
kemampuan lain yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai
objek-objek yang bersifat fisik. Kemampuan untuk belajar dimungkinkan oleh
berkembangnya inteligensi dan cara berfikir simbolik. Terlebih lagi manusia
mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung
dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, dengan pikiran, kemauan
dan hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi
penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Manusia adalah mahluk yang berbudaya. Berbudaya merupakan ciri khas
kehidupan manusia yang membedakannya dari mahluk lain. Manusia dilahirkan dalam
suatu budaya tertentu yang mempengaruhi kepribadiannya. Pada umumnya manusia
sangat peka terhadap budaya yang mendasari sikap dan perilakunya.
Kebudayaan merupakan induk dari berbagai macam pranata yang dimiliki
manusia dalam hidup bermasyarakat. Etika merupakan bagian dari kompleksitas
unsur-unsur kebudayaan. Ukuran etis dan tidak etis merupakan bagian dari
unsur-unsur kebudayaan. Manusia membutuhkan kebudayaan, yang didalamnya
terdapat unsur etika, untuk bisa menjaga kelangsungan hidup. Manusia yang
berbudaya adalah manusia yang menjaga tata aturan hidup.
Etika dapat diciptakan, tetapi masyarakat yang beretika dan berbudaya
hanya dapat diciptakan dengan beberapa persyaratan dasar, yang membutuhkan
dukungan-dukungan, seperti dukungan politik, kebijakan, kepemimpinan dan
keberanian mengambil keputusan, serta pelaksanaan secara konsekuen. Selain itu
dibutuhkan pula ruang akomodasi, baik lokal maupun nasional di mana etika
diterapkan, pengawasan, pengamatan, dan adanya pihak-pihak yang memelihara
kehidupan etika. Kesadaran etis bisa tumbuh karena disertai akomodasi.
Berbudaya, selain didasarkan pada etika juga
terkandung estetika di dalamnya. Jika etika menyangkut analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab, estetika membahas
keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya.
Hakikat kodrat manusia itu adalah
1) sebagai individu yang berdiri sendiri (memiliki
cipta, rasa, dan karsa), 2) sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya
(lingkungan sosial, ekonomi, politik, budaya dan alam
3) sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan
dan sesuai dengan hakikat kodratinya.
Manusia dipandang mulia atau terhina tidak berdasarkan aspek fisiologisnya.
Aspek fisik bukanlah tolak ukur bagi derajat kemanusiaannya.Hakikat kodrati
manusia tersebut mencerminkan kelebihannya dibanding mahluk lain. Manusia
adalah makhluk berpikir yang bijaksana (homo sapiens), manusia sebagai pembuat
alat karena sadar keterbatasan inderanya sehingga memerlukan instrumen (homo
faber), manusia mampu berbicara (homo languens), manusia dapat bermasyarakat
(homo socious) dan berbudaya (homo humanis), manusia mampu mengadakan usaha
(homo economicus), serta manusia berkepercayaan dan beragama (homo religious),
sedangkan hewan memiliki daya pikir terbatas dan benda mati cenderung tidak memliki perilaku dan tunduk
pada hukum alam.
Keunggulan manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab berkat
ketekunannya memantau berbagai gejala dan peristiwa alam. Manusia tidak lagi
menemukan kenyataan sebagai sesuatu yang selesai, melainkan sebagai peluang
yang membuka berbagai kemungkinan. Setiap kenyataan mengisyaratkan adanya
kemungkinan. Transendensi manusia terhadap kenyataan yang ditemuinya sebagai
pembuka berbagai kemungkinan itu merupakan kemampuannya yang paling mendasari
perkembangan pengetahuannya.
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki dua macam sistem budaya
yang sama-sama harus dipelihara dan dikembangkan, yakni sistem budaya nasional
dan sistem budaya etnik lokal. Sistem budaya nasional adalah sesuatu yang
relatif baru dan sedang berada dalam proses pembentukannya. Sistem ini berlaku
secara umum untuk seluruh bangsa Indonesia, tetapi sekaligus berada di luar
ikatan budaya etnik lokal.
Nilai-nilai budaya yang terbentuk dalam sistem budaya nasional bersifat
prospektif, misalnya kepercayaan religius kepada Tuhan Yang Maha Esa; pencarian
kebenaran duniawi melalui jalan ilmiah; penghargaan yang tinggi atas
kreativitas dan inovasi, efisiensi tindakan dan waktu; penghargaan terhadap
sesama atas dasar prestasinya lebih daripada atas dasar kedudukannya;
penghargaan yang tinggi kepada kedaulatan rakyat; serta toleransi dan simpati
terhadap budaya suku bangsa yang bukan suku bangsanya sendiri.
Nilai-nilai tersebut menjadi bercitra Indonesia karena dipadu dengan
nilai-nilai lain dari nilai-nilai budaya lama yang terdapat dalam berbagai
sistem budaya etnik lokal. Kearifan-kearifan lokal pada dasarnya dapat
dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri bangsa secara nasional.
Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar.
Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau acuan bagi penciptaan-penciptaan
baru, seperti dalam bahasa, seni, tata masyarakat, dan teknologi, yang kemudian
ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya.
C) Peranan
Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Budaya
Individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang
tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya,
melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkahlaku spesifik tentang
dirinya. Akan tetapi dalam banyak hal banyak pula persamaan disamping hal-hal
yang spesifik tentang dirinya dengan orang lain. Disini jelas bahwa individu
adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam
lingkungan sosaialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian, serta pola tingkah
laku spesifik dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia
dengan segala maknanya merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai
tiga aspek yang melekat pada dirinya, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek
psikis rohaniah, dan aspek sosial. Apabila terjadi kegoncangan pada salah satu
aspek, maka akan membawa akibat pada aspek yang lainnya.
Manusia mempunyai pengaruh penting dalam
kelangsungan ekosistem serta habitat manusia itu sendiri, tindakan-tindakan
yang diambil atau kebijakan-kebijakan tentang hubungan dengan lingkungan akan
berpengaruh bagi lingkungan dan manusia itu sendiri.
Kemampuan kita untuk menyadari hal tersebut akan
menentukan bagaimana hubungan kita sebagai manusia dan lingkungan kita. Hal ini
memerlukan pembiasaan diri yang dapat membuat kita menyadari hubungan manusia
dengan lingkungan. Manusia memiliki tugas untuk menjaga lingkungan demi menjaga
kelansungan hidup manusia itu sendiri dimasa akan datang.
Begitu pula peranan manusia sebagai makhluk yang
berbudaya yang mulai luntur seperti budaya gotong royong. Dalam pengertian
manusia diatas kita telah membahas bahwa manusia adalah mahluk sosial yaitu
dimana manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup berdampingan antara
individu satu dengan individu yang lain. Gotong royong di Indonesia sendiri
merupakan suatu istilah yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu
hasil atau tujuan yang sudah direncanakan. Sikap gotong royong adalah bekerja
bersama-sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati
hasil pekerjaan tersebut secara adil, atau suatu usaha atau pekerjaan yang
dilakukan tanpa pamrih dan secara suka rela oleh semua warga menurut batas
kemampuannya masing-masing. Pekerjaan jika dilakukan dengan cara gotong royong
akan lebih mudah dan ringan. Pada dasarnya manusia itu tergantung pada manusia
lainnya, dan bahwa manusia tidak hidup sendiri melainkan hidup bersama dengan
orang lain atau lingkungan sosial. Sifat gotong royong dan kekeluargaan
didaerah pedesaan lebih menonjol dalam pola kehidupan mereka, seperti
memperbaiki dan membersihkan jalan, masyarakat desa adalah masyarakat yang
kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat
adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya
yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup
bersama, bekerja sama dan berhubungan erat secara tahan lama, dengan
sifat-sifat yang hampir seragam. Satu fenomena yang ditampakkan oleh
masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika
bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yang cukup besar.
Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong. Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan
kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas
budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi
juga dalam bentuk penghargaan sosial. Ciri-ciri yang telah diungkapkan di atas
yang seharusnya menjadi identitas mereka, di sebagian masyarakat pedesaan hal
tersebut telah pudar bahkan sebagian lagi telah hilang ditelan zaman. Contoh
konkrit, gotong royong. Masyarakat pedesaan tempo dulu menjadikan gotong royong
sebagai sebuah kearifan lokal. Bahkan menjadi sebuah gunjingan di kalangan
masyarakat jika ada seseorang yang tidak mau ikut campur dalam kegiatan
tersebut. Tapi sekarang, hal ini telah dilupakan dan terkesan individualis,
yang notabene hidup individualis adalah ciri masyarakat perkotaan dan
perumahan.
Sedangkan di perkotaan gotong royong dapat dijumpai
dalam kegiatan kerja bakti di lingkungan rumah, disekolah
dan bahkan dikantor-kantor, misalnya pada saat memperingati hari-hari besar
nasional dan keagamaan, mereka bekerja tanpa imbalan jasa, karena demi
kepentingan bersama. Dari sini timbulah rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong
menolong, sehingga dapat terbina rasa kesatuan dan persatuan nasional, di
bandingkan dengan cara individualisme yang mementingkan diri sendiri maka akan
memeperlambat pembangunan di suatu daerah. Kesadaran untuk memiliki rasa gotong
royong haruslah diawali dari diri kita masing-masing, memiliki rasa gotong
royong yang tinggi akan membangun solidaritas dan kepedulian terhadap
lingkungan juga bisa menurunkan rasa individualisme maupun kelompok. Dari
kesadaran untuk memiliki rasa tanggung jawab bersama akan menciptakan kerukunan
antar masyarakat. Sehingga ideologi-ideologi ekstrimisme atau radikal maupun
sikap liar dari masyarakat yang akhir-akhir ini bermunculan akan bisa
ditanggulangi yang akan menciptakan karakter bangsa sesuai falsafat pancasila.
OPINI
Manusia sebagai makhluk sosial harus saling menjaga
hubungan dengan masyarakat sekitar, karena kita seabagai manusia tidak bisa
untuk hidup sendiri melainkan harus ada orang yang menjaga kita, sebagai
makhluk sosial juga kita harus membantu satu sama lain bila ada orang yang
membutuhkan pertolongan dan kita sebagai makhluk berbudaya juga harus menjaga
budaya atau perilaku atau kebiasaan kita, jangan sampai kita berperilaku buruk
secara terus menerus hingga keturunan kita pun mengikuti budaya buruk tersebut,
kita harus melestarikan budaya kebaikan agar tercipta suasana harmonis diantara
sesama
Refrensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar