Rangkuman UU ITE pada tanggal 27 Oktober 2016
1. Agar tidak terjadi multitafsir terhadap ketentuan larangan
mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada
ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan 3 (tiga), yaitu :
a. Menambahkan penjelasan atas
istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik”.
b.
Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
2.
Mengurangi ancaman pidana pada 2 (dua) ketentuan pada pasal 29 sebagai
berikut:
a. Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4
(tahun) dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp
750 juta.
b. Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
b. Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
3.
Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai
berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula
mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan
Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
4. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada
Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP,
sebagai berikut:
a. Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus
mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan
ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan
tindak pidana teknologi informasi;
b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
6. Menambahkan ketentuan mengenai “right to be
forgotten” atau “hak untuk dilupakan” pada ketentuan Pasal 26, sebagai
berikut:
a. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus
Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas
permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
b. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
(Menambahkan ketentuan atau kewajiban menghapus konten yang tidak relevan
bagi penyelenggara sistem elektronik sebagai jaminan pemenuhan atas
perlindungan data pribadi. Pelaksanaan ketentuan ini dilakukan atas permintaan
orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.)
7. Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan
perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan
transaksi elektronik (Memberikan landasan yang kuat bagi
pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet) dengan
menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi
Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
b. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan
kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap
Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.
HAK CIPTA (HaKI)
Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
dibagi menjadi beberapa kategori :
A. Hak
Cipta
Dasar hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :
- UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
- UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI
Tahun 1982 Nomor 15)
- UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun
1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
- UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6
Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
B. Hak
kekayaan Industri
Dalam
hak kekayaan industri salah satunya meliputi hak paten dan hak merek :
Hak
Paten
Undang-undang yang
mengatur hak paten antara lain :
- UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun
1989 Nomor 39)
- UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun
1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
- UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI
Tahun 2001 Nomor 109).
Hak
Merek
Undang-undang yang mengatur mengenai hak merek antara lain :
- UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI
Tahun 1992 Nomor 81)
- UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun
1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
- UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI
Tahun 2001 Nomor 110)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar